
DETEKSINEES.ID, GORONTALO BONEBOL – Lembaga Advokasi Hukum dan HAM (LA HAM) Provinsi Gorontalo menyoroti pelaksanaan sidang pra kode etik yang digelar terkait posisi Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (Kabag ULP).
Ketua DPW LA HAM, Akram Pasau, SH, yang didampingi Sekretaris Janes Komenaung, SH, menegaskan bahwa sidang tersebut harus berjalan sesuai aturan dan tidak boleh dijadikan sarana untuk kepentingan politik.
Dalam pernyataannya, Akram menyebut bahwa pihaknya menduga ada upaya politik terselubung untuk menggulingkan Kabag ULP melalui sidang pra kode etik.
Menurutnya, proses yang sejatinya berfungsi menjaga etika dan integritas aparatur, jangan sampai bergeser menjadi alat kepentingan untuk melemahkan pejabat tertentu.
“Sidang pra kode etik itu harus murni, transparan, sesuai prosedur hukum. Jangan dijadikan ajang untuk menjatuhkan seseorang dari jabatan,” tegas Akram.
Sidang klarifikasi dan pra kode etik itu dihadiri oleh sejumlah pejabat penting daerah, antara lain Sekretaris Daerah, Asisten III, Kepala BKD, Kepala Kesbangpol, Kabag Hukum, Kabid Pengembangan Karir, serta pihak Inspektorat.
Kehadiran pejabat-pejabat tersebut menunjukkan bahwa perkara ini memang mendapat perhatian serius di lingkup birokrasi Gorontalo.
Akram kemudian menjelaskan bahwa tata cara sidang pra kode etik pada dasarnya sudah memiliki aturan yang jelas. Proses dimulai dari pelaporan dan verifikasi, di mana laporan dugaan pelanggaran dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis, disertai identitas jelas serta bukti pendukung.
Laporan tersebut akan diverifikasi oleh pejabat berwenang untuk memastikan adanya dugaan pelanggaran yang kuat.
Tahap berikutnya adalah pembentukan majelis kode etik, yaitu tim independen yang bertugas memeriksa laporan tersebut.
Setelah itu dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap pihak terlapor maupun saksi-saksi yang relevan. Sidang juga memberi kesempatan bagi terlapor untuk menyampaikan pembelaan diri secara terbuka dan adil.
Setelah semua keterangan diperoleh, majelis akan bermusyawarah untuk mengambil keputusan. Pengambilan keputusan ini tidak boleh dilakukan sepihak, melainkan melalui mufakat agar hasilnya adil dan objektif.
Putusan kemudian disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) serta dilaporkan kepada pihak pelapor maupun terlapor.
Di samping itu, tata cara sidang pra kode etik juga memberikan ruang bagi para pihak untuk mengajukan mekanisme keberatan atau peninjauan ulang apabila merasa tidak puas dengan putusan.
Adapun jenis sanksi yang bisa diberikan beragam, mulai dari teguran, penundaan kenaikan pangkat, hingga pemberhentian dari jabatan, tergantung pada tingkat pelanggaran yang dilakukan.
Lebih lanjut, Akram menekankan bahwa kode etik sejatinya merupakan pagar moral dalam birokrasi agar setiap pejabat tetap menjaga integritas, profesionalisme, serta kehormatan jabatannya.
Ia mengingatkan agar sidang pra kode etik tidak dimanfaatkan untuk agenda lain yang bersifat politis. “Yang kita jaga adalah marwah hukum dan keadilan, bukan sekadar jabatan atau kepentingan politik,” pungkasnya.
D002