Viralistik Lagu Bayar Bayar Bayar dan Konsekuensinya

Viralistik Lagu Bayar Bayar Bayar dan Konsekuensinya

132 views
0

Belum lama ini menjadi hangat dan ramai diperbincangkan di berbagai ruang publik, lirik sebuah lagu salah satu grup band punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, bernama “Suka Tani”.

Betapa tidak, lirik lagu yang berjudul “Bayar Bayar Bayar” yang bercerita tentang “pungutan” ketika berurusan dengan Polisi itu, menjadi pesan kritikan menohok bagi institusi Polri.

Merebaknya lagu ini di jagad maya, langsung menyita perhatian publik dan menuai pro dan kontra, yang berujung pemberian klarifikasi dan permohonan maaf personel band punk Suka Tani, kepada institusi Tri Brata, Kamis (20/02/2025).

Sebagai konsekuensi lanjutan dari itu semua, lagu Bayar Bayar Bayar pun, terpaksa harus ditarik oleh mereka dari berbagai platform musik di Indonesia, karena dianggap penghinaan terhadap institusi Polri.

Menariknya, meski telah ditarik, daya magnet lagu Bayar Bayar Bayar, yang menarik perhatian publik tak bisa terbendung, bahkan lagu nyentrik ala punk tersebut justru makin dikenal dan diputar di berbagai tempat.

Tak terbendungnya kekuatan viralistik lagu Bayar Bayar Bayar, seperti menjadi tanda respon luapan emosi publik terhadap kinerja institusi Polri, dan mejadi cambuk motivasi kepada lembaga itu untuk terus berbenah dari dalam.

Berjubelnya konten yang diunggah di media sosial terkait dugaan “pungli” oleh oknum Polantas, narasi kritik ketidakpuasan terhadap proses hukum yang tak sedikit bermunculan, serta sorotan mengenai pembiaran terhadap praktek ilegal di daerah, bisa saja menjadi latar belakang menguatnya arus viralistik lagu Bayar Bayar Bayar.

Lantas, bagaimana menghilangkan “demam” lagu Bayar Bayar Bayar yang kini kian merebak di tengah masyarakat? Tentu saja, cara menghilangkannya atau obat manjurnya dapat diambil dari dua sudut pandang yang bertolak belakang.

Pertama, jika dibuatnya lagu Bayar Bayar Bayar dan konsekuensinya dianggap sebagai kejahatan karena mengandung penghinaan, maka langkah yang dilakukan adalah dengan mempidanakan perbuatan tersebut agar memberikan efek jera, dan menjadi contoh bagi yang lain.

Namun sebelum itu, harus dibuktikan terlebih dulu substantif yang menjadi kritikan sosial dalam lagu Bayar Bayar Bayar, adalah sebuah fenomena sosial yang benar atau tidak, untuk memastikan motif dari munculnya lagu tersebut dikategorikan sebagai penggunaan hak konstitusional atau pelanggaran hukum.

Kedua, jika dibuatnya lagu Bayar Bayar Bayar dan konsekuensinya dianggap sebagai kritik sosial terhadap institusi Polri, maka langkah yang perlu dilakukan untuk mengobati demam lagu tersebut dengan terus berupaya berbenah.

Polri sebagai ujung tombak dalam proses penegakan hukum di Indonesia, menjaga ketertiban dan mengayomi masyarakat, harus terus melakukan perbaikan internal terhadap sistim yang dianut dan diterapkannya, dalam menyelenggarakan pelayanan terhadap masyarakat.

Hal ini, tentunya akan mendukung aksi “bersih-bersih” di tubuh Polri, dan tidak memberikan ruang dan celah bagi oknum-oknum nakal memanfaatkan kewenangan lembaga, yang nantinya akan menciderai marwah organisasi.

Seperti kata penutur, sistim yang baik dan kuat akan memaksa orang jahat akan berbuat baik, tetapi sistim yang buruk dan lemah akan memaksa orang baik berbuat jahat. Wallahu a’lam bissawab.

*Penulis : Mohamad Yusrianto Panu*

Your email address will not be published. Required fields are marked *