
Nur fadilah Pipii
Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo
Seseorang yang terlibat dalam korupsi pada dasarnya memiliki sifat serakah dan tidak pernah merasa puas. Mereka tidak pernah merasa kecukupan dalam keinginan untuk mendapatkan lebih banyak lagi.
Keserakahan ini menjadi pemicu utama terjadinya tindak pidana korupsi ketika ditambah dengan adanya kesempatan.
Setelah tergoda oleh keserakahan dan kesempatan, seseorang kemudian berisiko untuk terlibat dalam korupsi jika mereka hidup dalam gaya hidup yang berlebihan dan ketika penegakan hukum terhadap pelaku korupsi yang tidak tegas tidak mampu menciptakan efek jera.
Undang-undang No. 19 Tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menandai langkah maju dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia. Meskipun demikian, banyak pihak mempertanyakan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terbatas dalam undang-undang ini.
Untuk memperkuat peran KPK dalam memberantas korupsi, perlu adanya beberapa perubahan dan penambahan kewenangan yang lebih luas.
Kewenangan yang lebih besar bagi KPK dalam UU No. 19 Tahun 2019 akan menjadi langkah positif dalam memperkuat lembaga ini dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia. Namun demikian, perubahan ini juga harus diiringi dengan peningkatan akuntabilitas dan transparansi agar KPK dapat beroperasi dengan lebih efektif dan efisien dalam menjalankan tugasnya. U No. 19/2019 memberikan kewenangan yang lebih luas kepada KPK untuk memberantas korupsi dengan lebih efektif dan efisien.
Namun, perlu dipastikan bahwa kewenangan tersebut digunakan dengan penuh tanggung jawab dan akuntabilitas, serta tidak melanggar hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi.
Penting untuk dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kinerja KPK agar kewenangan yang diberikan tidak disalahgunakan.
Selain itu, perlu dilakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait dengan pemberantasan korupsi untuk memastikan kepastian hukum dan menghindari tumpang tindih kewenangan. Pemberantasan korupsi membutuhkan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, termasuk pemerintah, KPK, lembaga penegak hukum lainnya, dan masyarakat.
Dengan sinergi dan kolaborasi, diharapkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dapat mencapai hasil yang maksimal. Penegakan hukum terhadap kasus korupsi yang terjadi hingga saat ini belum mencapai tingkat optimal.
Oleh karena itu, perlu meningkatkan upaya pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkelanjutan.
Pasalnya, tindak korupsi telah menyebabkan kerugian pada keuangan negara, merusak perekonomian, serta menghambat kemajuan pembangunan nasional. Perbandingannya setelah adanya revisi menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.
Pada masa reformasi, upaya pemberantasan korupsi mendapatkan dukungan positif dari masyarakat karena berhasil menangkap, memproses, mengadili, dan menjatuhkan hukuman kepada pelaku korupsi secara adil oleh penegak hukum. Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun 2002 telah memperkuat peran aparat penegak hukum dalam upaya pemberantasan korupsi.
KPK masih terkait erat dengan cabang kekuasaan yudikatif. Kemandirian dalam melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, serta mengawasi penegakan hukum oleh Kejaksaan dan Kepolisian, bahkan mengambil alih kasus-kasus yang mengalami kebuntuan, menandakan kekuatan yang dimiliki KPK sangat besar.
Meskipun KPK dapat menunjukkan kinerja yang baik dalam upaya pemberantasan korupsi, namun hal ini tidak menjamin penurunan tingkat korupsi secara signifikan di Indonesia.
Dalam pelaksanaan tugas koordinasi, Pemberantasan Korupsi memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan, penelitian, dan peninjauan terhadap instansi-instansi yang bertugas dan memiliki kewenangan terkait dengan tindak pidana korupsi.
Dalam melakukan supervisi, Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki hak untuk mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku korupsi yang sedang diselidiki oleh Kepolisian atau Kejaksaan.
Konsep kewenangan dalam hukum berkaitan dengan prinsip legalitas, yang merupakan salah satu prinsip utama yang menjadi dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan. Ada perbedaan mendasar antara sumber kewenangan atribusi dan delegasi, dimana dalam atribusi kewenangan siap untuk ditransfer, sementara dalam delegasi, kewenangan tidak secara besar-besaran dipindahkan, namun hanya mungkin di bawah kondisi tertentu sesuai dengan ketentuan hukum yang mengatur kemungkinan delegasi. Pentingnya mempertahankan wewenang yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi serta memperkuat kewenangan Dewan Pengawas dibandingkan dengan komisioner KPK adalah agar kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat optimal.
(****)