Fatkurohman : Saya tidak suka dengan kejadian itu
BOALEMO- (DETEKSINEWS.ID) -Anggota DPRD Kabupaten Boalemo, Fatkurohman menyoroti kinerja Polres Boalemo. Pasalnya, sejumlah petani yang bermasalah hukum dengan perusahaan sawit diduga dijemput secara paksa dengan menggunakan kenderaan milik perusahaan.
Fatkurohman menilai, hal tersebut sangatlah tidak etis karena akan mempengaruhi nilai integritas dan kewibawaan Polri dalam menjamin penegakan hukum yang berkeadilan di masyarakat.
“Kenapa penjemputanya menggunakan mobil sawit, ini kan tidak bagus. Saya ingin mempertanyakan kinerja Polres Boalemo,” ucap Fatkurohman via telepon seluler, Sabtu (03/09).
“Mereka ini kan punya dana operasional, punya mobil yang bisa untuk melancarkan kinerja, kan semua mobil banyak di polres, ini keliru saya bilang,” tambah politisi Partai Persatuan Pembangunan itu dengan nada marah dan kesal.
Tak sampai disitu, Fatkur juga menegaskan, bahwa dirinya akan mengambil sikap tentang penjemputan yang menggunakan mobil perusahaan itu.
“ Seandainya benar adanya yang terlapor ini dijemput oleh polisi atas nama lembaga kemudian pakenya mobilnya perusahaan itu, sangat saya kecam saya tidak suka itu,” tegasnya.
Fatkurohman mengaku sangat menyangkan kejadian dugaan penjemputan secara paksa oleh polisi kepada petani sawit apalagi menggunakan kenderaan milik perusahaan.
“Saya tidak suka dengan kejadian itu. Walaupun saya tidak begitu banyak memiliki pemahaman terhadap standar operasional penjemputan orang yang terlapor. Ini kan kesannya di mata publik seakan dipaksakan,” ujarnya.
Dia mempetanyakan, apakah sudah dilakukan panggilan pertama, kedua, dan ketiga, Sebab menurutnya, ketika baru panggilan tahap pertama itu belum bisa di lakukan penjemputan.
“Dugaan jemputan paksa itu saya belum tahu. Kan kalau panggilan baru tahap pertama baru dijemput paksa, itu kan tidak boleh. Biasanya ada ke dua ketiga dipanggil baru ada penjemputan paksa. Kan begitu?,” tandasnya.
Secara terpisah, juru bicara petani sawit, Hijra Itetu mengatakan, surat pemanggilan bagi petani sawit itu baru pertama.
“Pemanggilan ini pagi, dan mobil perusahaan ini datang ke rumahnya Mas Endang kemudian mereka (polisi) turun mungkin memberikan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Setahu saya itu baru surat pemanggilan pertama,” kata Hijrah saat di wawancarai via telefon selular, Ahad, (04/09).
Tak hanya itu Hijrah juga meminta penyidik agar bisa membicarakan hal itu dengan penasehat hukumnya.
“Saya telefon pak Jufri sebagai penasehat hukum kami. Saat Pak Jufri minta bicara dengan penyidik yang menjemput, tapi penyidik bilang dia malas berbicara dengan siapapun.
“Saya ini malas untuk bicara dengan siapapun,” tutur Hijra menirukan kalimat penyidik.
“Setelah itu saya balik badan, tetap saya tahan petani ini, karena mereka sebagai tanggung jawab saya dong, karena tidak ada pendampingan dari siapapun, kasihan mereka orang awam,” kata Hijrah melanjutkan.
Dirinya bahkan sempat menyampaikan kepada pihak penyidik, bahwa pihaknya memiliki pengacara.
“Seharusnya kalau dia memang seorang polisi,yang koperatif bicara. Seorang polisi kan pengayom masyarakat. Pñenyidik ini juga seharusnya transparan dengan masyarakat. Yang membuat saya tambah kecewa lagi, kenapa mobil yqng dipakai milik perusahaan. Dari sinilah saya menilai ada unsur pemaksaan. Yang anehnya, pihak penyidik tidak mau bicara dengan saya dan tidak mau menjelaskan,” tukas Hijrah panjang lebar.
Hijrah meminta agar integritas dan kewibawaan Polri harus tetap dijaga, sehingga publik tidak melahirkan pertanyaan miring soal upaya penegakan hukum yang berkeadilan di Bumi Boalemo Damai Bertasbih.
“Ini yang saya pertanyakan. Ada apa kepolisian dengan perusahaan? Apalagi ada keterangannya si penyidik itu yang katanya mereka minta difasilitasi oleh pihak perusahaan. Karena mobil mereka kecil maka mereka minta difasilitasi oleh perusahaan dan itu ada rekamannya lewat telefon,” imbuhnya.
Diketahui, pasca hebohnya pemberitaan tersebut, Kasat Reskrim Polres Boalemo, Saiful Kamal mengklarifikasi dugaan penjemputan paksa empat orang petani itu.
Saiful mengaku, bahwa penjemputan paksa bagi 4 petani tersebut tidak benar, hanya saja petani sendiri kooperatif saat diajak.
“Jadi tidak ada penjemputan paksa. Mereka pun datang karena mau diajak. Dan kami menyesuaikan prosedur saja,” tambahnya.
Terinformasi Kasat Reskrim Saiful Kamal, menjelaskan, saat ini pihaknya juga sementara menangani persoalan pengrusakan sawit di Kecamatan Wonosari.
“Jadi kami ini lagi menangani kasus pengrusakan sawit antara petani dan perusahaan sawit,” ungkapnya.
Kasus ini kata Saiful, sudah masuk pada tahap penyidikan. Dan pihaknya telah melakukan panggilan terhadap petani sawit, namun petani yang dipanggil tidak menghadiri panggilan tersebut.
“Kemarin kita sudah panggil dia (petani) itu. Panggilan ke Polres. Karena kita pikir panggilan ini jauh, makanya kita inisiatif untuk ke Polsek saja. Maka kita menunggu di Polsek, tidak hadir sampai sore.
Merasa undangan tidak diindahkan lanjut Saiful, pihak penyidik mendatangi langsung rumah petani. Sesampai di rumah, penyidik menanyakan kepada yang bersangkutan untuk pemeriksaan dilakukan di Polsek Wonosari.
“Karena kebetulan ada surat lain yang perlu kita antar ke para petani, sehingga penyidik merasa perlu untuk mendatangi rumah petani. Kita tanya kenapa tidak penuhi panggilan. Ada yang menghalang-halangi katanya. Terus ditanya, mau datang ke Polsek untuk dilakukan pemeriksaan, dan meraka mau, karena mereka mau, ya diajak ke Polsek,” jelasnya.
Dugaan tudingan difasilitasi oleh Perusahaan, Saiful menuturkan, terkait mobi perusahaan yang digunakan oleh pihaknya dalam melakukan penjemputan, Saiful mengungkapkan karena perusahaan yang melaporkan, makanya dibantu biar proses penanganan lancar.
“Terkait dengan kendaraan perusahaan, tujuan dari perusahaan agar proses ini bisa selesai dengan masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan memberikan bantuan kendaraan untuk menuju lokasi yang medannya agak sulit ditempuh,” pungkasnya.##
Laporan : Alan/PJS
Editor : Hans Pieter Mahieu (Bang TITO)